Periode 1948-1965 merupakan periode awal kemerdekaan Indonesia yang diwarnai dengan ketidakstabilan politk.
Ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah menyebabkan munculnya pemberontakan di sejumlah daerah. Pemberontakan yang muncul pada periode 1948-1965 sebagai berikut.
1. Pemberontakan PKI di Madiun 1948
Pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 dirancang oleh Musso dan Amir Syarifuddin. Musso merupakan tokoh PKI yang lama bermukim di Uni Soviet.
Adapun, Amir Syarifuddin merupakan mantan wakil delegasi Indonesia dalam Perundingan Renville.
Kedua tokoh tersebut berperan dalam menyatukan sejumlah kelompok kiri yang terpecah belah dalam PKI.
Selain itu, Musso merekrut mantan tentara yang tersingkir karena kebijakan Rekontruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang sebagai sayap bersenjata PKI.
Pemberontakan PKI 1948 terpusat di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan tersebut ditandai dengan pembentukan Republik Soviet Indonesia oleh tokoh-tokoh PKI di Madiun.
Untuk menumpas pemberontakan tersebut pemerintah mengirim operasi militer pasukan Devisi Siliwangi I dan II di bawah pimpinan Kolonel Sungkono dan Kolonel Gatot Subroto.
Pemberontakan PKI berakhir pada tanggal 30 September 1948 setelah Kota Madiun berhasil direbut kembali.
2. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
Pemberontakan DI/TII berawal dari penerikan pasukan Devisi Siliwangi dari wilayah Jawa Barat sebagai konsekuensi Persetujuan Renville.
Tindakan yang dilakukan pemerintah tersebut ditentang oleh Kartosuwirjo. Ia menganggap jika keluarnya pasukan TNI berarti menyerahkan wilayah Jawa Barat kepada Belanda.
Oleh karena itu, Kartosuwirjo bersama para pengikutnya memproklamasikan berdirinya NII atau gerakan DI/TII pada tanggal 7 Agustus 1949.
Gerakan DI/TII mendapat dukungan dari berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menganggap gerakan DI/TII sebagai ancaman terhadap keutuhan NKRI.
Akhirnya pemerintah berhasil menumpas pemberontakan DI/TII dan Kartosuwirjo sebagai pimpinan DI/TII berhadil ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.
3. Pemberontakan Andi Aziz
Pemberontakan Andi Aziz di Makassar dilatarbelakangi pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang menyatukan unsur TNI dan KNIL.
Sementara itu, kondisi Makassar dilanda ketegangan akibat demonstrasi yang dilakukan golongan pendukung bentuk negara federal dan antifederal.
Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah RIS mengirim pasukan APRIS dari unsur TNI ke Makassar di bawah pimpinan Mayor H.V. Worang.
Pengiriman pasukan TNI ditolak oleh Kapten Andi Aziz yang merupakan mantan Kapten KNIL dan komandan Kompi APRIS di Makassar.
Kapten Andi Aziz kemudian mengorganisir pasukannya unruk menolak kedatangan TNI dengan menduduki objek-objek penting seperti lapangan terbang, kantor radio, dan pos polisi.
Pemerintah RIS kemudian mengeluarkan ultimatum pada tanggal 8 April 1950 yang isinya meminta Andi Aziz segera melaporkan diri ke Jakarta untuk bertnaggung jawab atas tindakannya dalam watu 4 x 24 jam.
Akhirnya, pada tanggal 15 April 1950 Andi Aziz datang ke Jakarta kemudian diadili.
4. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Pembentukan negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949 menimbulkan pertentangan antara golongan yang menolak bentuk federal dan mendukung bentuk federal.
Melihat perpecahan tersebut Belanda mencoba menanamkan pengaruhnya di golongan pendukung federal. Salah satunya yaitu mendesak pemerintah RIS mengangkat Sultan Hamid II sebagai Menteri Pertahanan. Namun, permintaan ditolak oleh RIS.
Penolakan tersebut memicu kemarahan golongan pendukung bentuk federal yang anti Republik Indonesia.
Belanda kemudian menghimpun anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di bawah pimpinan Kapten Raymond Westerling.
Pasukan APRA kemudian melakukan pemberontakan, salah satunya di Bandung pada tanggal 23 Januari 1950. Namun, penyerangan tersebut berhasil dipukul mundur oleh TNI.
Pemberotakan APRA berakhir setelah Westerling melarikan diri ke Singapura.
5. Republik Maluku Selatan
Pemberontakan Republik Maluku Selatan muncul karena penolakan atas kebijakan pemerintah yang membubarkan negara-negara bagian dan menyatukannya ke dalam NKRI.
Berdirinya Republik Maluku Selatan diprakarsai oleh Dr. Soumokil pada tanggal 24 April 1950. Pendirian Republik Maluku Selatan tidak hanya ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur, tetapi juga memisahkaan diri dari Republik Indonesia.
Pemerintah RIS menempuh dua cara untuk mengatasi pemberontakan RMS. Cara pertama yaitu diplomasi, dengan melakukan perundingan dengan mengirim dr. J. Leimena ke Ambon.
Dan cara kedua cara militer, dengan cara mengirim pasukan militer dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Akhirnya Dr. Soumokil tertangkap pada tanggal 3 Desember 1963.
6. PRRI/PERMESTA
Pemberontakan PRRI/PERMESTA dilatarbelakangi oleh konflik internal Angkatan Darat dan tuntutan diberikannya otonomi daerah.
Pemberontakan PRRI/PERMESTA diawali dengan pembentukan dewan militer di Sumatra dan Sulawesi serta keluarnya tuntutan kepada pemerintah pusat agar Kabinet Djuanda mundur pada tanggal 10 Februari 1958.
Karena tuntutannya tidak dipenuhi, pada tanggal 15 Februari 1958 Letkol Ahmad Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi.
Sementara di Sulawesi muncul proklamasi Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) pada tanggal 1 Maret 1958 sebagai bentuk tuntutan diberlakukannya otonomi daerah.
Dalam penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta, pemerintah Republik Indonesia langsung mengerahkan kekuatan militer.
Pada tanggal 5 Mei 1958, Kota Bukittinggi yang menjadi pusat PRRI jatuh ke tangan TNI. Setelah itu, pasukan TNI lanjut dikirim ke daerah Sulawesi Utara yang menjadi pusat Permesta.
7. G 30 S/PKI
Pemberontakan PKI tahun 1965 berkaitan erat dengan PKI sebagai partai dengan massa cukup besar pada masa demokrasi terpimpin.
Perkembangan pesat PKI mendapat perhatian Angkatan Darat, dikarenakan Angkatan Darat melihat potensi bahaya yang dapat ditimbulkan PKI.
Angkatan Darat selalu berusaha menentang segala pengaruh PKI terhadap pemerintahan. Salah satu penentangannya pada saat usulan PKI mengenai pembentukan angkatan kelima yang anggotanya terdiri atas buruh dan petani.
Tidak terima dengan sikap para pemimpin TNI-AD, PKI kemudian menghembuskan isu adanya Dewan Jendral yang berencana merebut kekuasaan dari tangan Presiden Soekarno.
Isu tersebut semakin kuat, dikarenakan kondisi Presiden Soekarno yang semakin menurun.
PKI kemudian melancarkan aksinya dengan dalih melindungi Republik Indonesia dari kudeta yang dilakukan oleh Dewan Jendral.
Tepat dini hari tanggal 1 Oktober, sekelompok tentara yang pro-PKI dibawah pimpinan Letnan Kolonel Untung Sutopo menculik dan membunuh beberapa petinggi TNI-AD yang dianggap anggota Dewan Jendral di Jakarta dan Jogja.
Setelah aksi tersebut, Letkol Untung mengumumkan terbentuknya Dewan Revolusi yang akan memegang pemerintahan.
Akan tetapi, tak lama kemudian sejumlah perwira TNI-AD melancarkan serangan balik di bawah pimpinan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) Mayor Jendral Soeharto dan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
Pada tanggal 4 Oktober pasukan RPKAD berhadil meringkus pemberontakan. Kemudian, jenazah perwira-perwira tinggi TNI-AD ditemukan di daerah Lubang Buaya.
Semoga Bermanfaat!
Oiya, bagi kamu yang ingin mengikuti kuis soal tentang artikel diatas. Silahkan klik tombol dibawah ini, GRATIS!