Sikap-sikap perjuangan kedaerahan yang dimiliki rakyat Indonesia pada zaman dahulu dapat membuat Indonesia gampang untuk bersatu dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Selain melalui perjuangan bersenjata, para pemimpin Republik Indonesia mencoba mempertahankan kemerdekaan melalui jalur diplomasi
Perjuangan diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia sebagai berikut.
1. Perundingan Hoge Valuwe
Perundingan Hoge Valuwe diawali dengan perundingan pendahuluan di Jakarta 10 Februari 1946. Dalam perundingan tersebut pihak Belanda mengutarakan keinginan menjalankan pemerintahan di Indonesia.Sebagai bentuk tindak lanjut atas usulan Sultan Sjahrir, diadakanlah perundingan Hoge Valuwe pada tanggal 14-24 April 1946. Perundingan ini dihadiri oleh sekutu yang diwakili Sir Archibald Clark Kerr sebagai penengah.
Dalam perundingan Hoge Valuwe kedua pihak masih berpegang teguh pada pendirian masing-masing.
Pihak Indonesia berharap adanya langkah nyata menuju pengakuan kemerdekaan, Sementara itu, pihak Belanda menganggap perundingan Hoge Valuwe hanya sebagai perundingan pendahuluan.
Perundingan Hoge Valuwe tidak menghasilkan kesepakatan berarti. Meskipun demikian, perundingan Hoge Valuwe memberikan pengalaman bagi pihak Indonesia lebih percaya diri menghadapi perundingan selanjutnya.
2. Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati diperkasai oleh Lord Killean (Inggris) dan dimulai pada tanggal 10 November 1946.Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sultan Sjahrir. Anggotanya antara lain Moh. Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Adapun delegasi Belanda dipimpin oleh Schermerhorn. Anggotanya terdiri atas van Mook dan van Pool.
Perundingan Linggarjati akhirnya disetujui pada tanggal 25 Maret 1947 dan memuat beberapa ketetapan yaitu Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
Republik Indonesia dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Serikat (RIS), serta RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda yang diketuai Ratu Belanda.
3. Perundingan Renville
Perundingan Renville diawali oleh pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN) yang diusulkan oleh Dewan keamanan PBB setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I.Pada tanggal 14 April 1949, Belanda dan Indonesia kembali berunding, Dalam perundingan tersebut delegasi Indonesia diwakili oleh Moh.Roem, sedangkan delegasi Belanda diwakili oleh van Royen.
Perundingan Roem-Royen menghasilkan kesepakatan yaitu, penghentian tembak-menembak, pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta, pembebasan para pemimpin Republik Indonesia yang ditahan belanda.Kemudian, akan segera diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
Keputusan Perundingan Renville sebagai berikut:
- Pertama, persetujuan gencatan senjata dan pembentukan garis demarkasi van Mook
- Kedua, kesediaan kedua pihak menyelesaikan pertikaian secara damai
- Ketiga, enam pasal tambahan dari KTN yang berisi kedaulatan Indonesia berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan
4. Perundingan Roem-Royen
Pasca Agresi Militer Belanda II, dukungan dari dunia internasional untuk kedaulatan Indonesia semakin meningkat. PBB kemudian mengirim Merle Cochran untuk mengajak Belanda dan Indonesia mengadakan perundingan.Pada tanggal 14 April 1949, Belanda dan Indonesia kembali berunding. Dalam perundingan tersebut delegasi Indonesia diwakili oleh Moh.Roem, sedangkan delegasi Belanda diwakili oleh van Royen.
Perundingan Roem-Royen menghasilkan kesepakatan yaitu:
- penghentian tembak-menembak
- pengambilan pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta
- Pembebasan para pemimpin Republik Indonesia yang ditahan Belanda
- Akan diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag
5. Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan dua kali. Konferensi Inter-Indonesia pertama dilaksanakan pada tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta.Konferensi ini merupakan koordinasi antara pemerintah Republik Indonesia dan Bijeenkomst vor Federal Overleg (BFO) tentang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS).
Dalam konferensi ini pemerintah Republik Indonesia dan BFO berupaya menyamakan persepsi untuk menghadapi Belanda dalam Konferensi Meja Bundar.
6. Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar berlangsung pada tanggal 21 Agustus sampai November 1949 di Kota Den Haag, Belanda.Dalam konferensi ini delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta, sedangkan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseven.
Konferensi Meja Bundar menghasilkan beberapa keputusan yaitu:
- Belanda mengakui keberadaan Republik Indonesia Serikat (RIS)
- RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang diketuai Ratu Belanda
- Seluruh utang bekas Hindia Belanda ditanggung RIS
- KNIL dibubarkan dan digabungkan dalam APRIS
- Dalam masalah Irian Barat akan diselesaikan satu tahun setelah penyerahan kedaulatan
Di Belanda penyerahan kedaulatan dilakukan oleh Ratu Yuliana kepada Moh. Hatta. Sementara itu, di Jakarta penyerahan kedaulatan dilakukan oleh A.H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RIS, Sri Sultan HB IX.